Para Perintis Kemerdekaan
adalah film Indonesia yang yang dirilis pada tahun 1977 dengan
disutradarai oleh Asrul Sani. Film ini dibintangi antara lain oleh
Mansyur Syahdan dan Cok Simbara.
Film ini dinominasikan sebagai film terbaik dalam Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia pada tahun 1980.
Penangkapan Haji Jalaluddin (Mansyur Syahdan) saat berkhutbah
membekas di hati para pengikutnya, termasuk Hamid (Cok Simbara) dan
Halimah (Mutiara Sani). Halimah adalah istri yang disia-siakan suami
karena pro kepada Belanda, sedangkan Hamid adalah anak saudagar kaya.
Ayahnya jatuh miskin dan meninggal setelah dicap sebagai pemberontak.
Hamid dibawa ibunya ke Padang dan dibesarkan di keluarga Haji Jakfar
(Rendra Karno), ayah Zaenab (Camelia Malik).
Hamid berguru di Padang Panjang dan bertemu dengan kawan lama,
Fakhrudin (Arman Effendy) dan Zainudin (Soultan Saladin). Hamid dan
Fakhrudin lebih dekat pada pikiran gurunya, sementara Zainudin lebih
radikal. Hamid dan kawan-kawan memperjuangkan nasib Halimah. Hamid
berlayar menuju Mekkah, karena kecewa Zaenab menikah dengan orang lain.
Halimah meneruskan perjuangan, tetapi akhirnya ditangkap Belanda.
Bagi Anda yang ingin mendownload filmnya, silahkan saja Anda klik DISINI
Ibunda
adalah film Indonesia yang dirilis pada tahun 1986. Film ini memperoleh
9 penghargaan Piala Citra pada Festival Film Indonesia tahun 1986.
Film ini menceritakan sebuah kisah di
kota Jakarta, ketika Ibu Rakhim (Tuti Indra Malaon)
seorang janda priyayi, menghadapi dua masalah terpisah dalam
keluarganya. Fitri anak perempuan bungsunya, mempunyai pacar Luke (Alex
Komang) yang dibenci oleh Farida (Niniek L. Karim), kakak Fitri, dan
suaminya yang kaya dari kalangan bangsawan Jawa, Gatot, karena Luke
adalah seorang Papua bukan Orang Jawa.
Pada saat yang bersamaan anak laki-lakinya, Fikar, meninggalkan istri
dan anak-anaknya untuk tinggal dengan seorang artis. Film ini berusaha
menunjukkan sisi psikologi dari seorang ibu dan hubungan moral
diantaranya dalam menyelesaikan masalah keluarganya. Juga mengingatkan
kita akan pentingnya arti keluarga / ibu. Dukungan seorang Ibu terhadap
anak-anaknya maupun pasangannya, dari status sosial hingga warna kulit,
dikupas di film ini.
Di akhir film ada sebuah bacaan, yaitu: "Ibu, buku yang habis kau baca, baru kubaca pada halaman pertama".
Bagi Anda yang ingin mendownload filmnya, silahkan saja Anda klik DISINI
Tjoet Nja' Dhien
adalah film drama epos biografi sejarah Indonesia tahun 1988 yang
disutradarai oleh Eros Djarot. Film ini memenangkan Piala Citra sebagai
film terbaik dalam Festival Film Indonesia 1988. Film ini dibintangi
Christine Hakim sebagai Tjoet Nja' Dhien, Piet Burnama sebagai Panglima
Laot, Slamet Rahardjo (kakak Eros Djarot) sebagai Teuku Umar, dan juga
didukung Rudy Wowor.
Film ini sempat diajukan Indonesia kepada Academy Awards
ke-62 tahun 1990 untuk penghargaan Film Berbahasa Asing Terbaik, tetapi
tidak lolos dalam pencalonan nominasi. Walaupun begitu, film ini
menjadi film Indonesia pertama yang ditayangkan di Festival Film Cannes
(tahun 1989).
Film ini menceritakan tentang perjuangan
gigih seorang wanita asal Aceh (lihat Tjoet Nja' Dhien ) dan
teman-teman seperjuangannya melawan tentara Kerajaan Belanda yang
menduduki Aceh di kala masa penjajahan Belanda di zaman Hindia Belanda.
Perang antara rakyat Aceh dan tentara Kerajaan Belanda ini menjadi
perang terpanjang dalam sejarah kolonial Hindia Belanda. Film ini tidak
hanya menceritakan dilema-dilema yang dialami Tjoet Nja' Dhien sebagai
seorang pemimpin, namun juga yang dialami oleh pihak tentara Kerajaan
Belanda kala itu, dan bagaimana Tjoet Nja' Dhien yang terlalu bersikeras
pada pendiriannya untuk berperang, akhirnya dikhianati oleh salah satu
orang kepercayaannya dan teman setianya, Pang Laot yang merasa iba pada
kondisi kesehatan Tjoet Nja' Dhien yang menderita rabun dan encok,
ditambah penderitaan berkepanjangan yang dialami para pejuang Aceh dan
keluarga mereka.
Bagi Anda yang ingin mendownload filmnya, silahkan saja Anda klik DISINI
atau
DOWNLOAD ALL Di BAWAH
|
Agung Budianto